TAFSIR
AL-FURQAN
AHMAD
HASSAN
A.
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah
agama yang Universal, yang diturunkan tidak hanya untuk segolongan umat saja,
melainkan untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman.Ia, meskipun diturunkan
di Mekah namun bukan berarti agama ini hanya untuk orang Mekah saja. Dengan
dasar dan landasan agama yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Al-qur’an yang
merupakan landasan utama bagi umat Islam, yang meskipun diturunkan dalam bahasa
Arab namun ia tidak hanya diperuntukkan bagi orang Arab saja namun bagi seluruh
umat manusia yang menginginginkan keselamtan hidup dunia dan akhirat.
Al-Qur’an merupakan
kitab suci yang bersifat mujmal
dengan arti lain pada Al-Qur’an terdapat pokok-pokok pegangan hidup namun tidak
seluruh pokok pegangan hidup tersebut dijelaskan secara rinci. Andaikata seluruh pokok pegangan hidup
tersebut dijelaskan secara rinci tentulah Al-Qur’an tersebut akan sangat tebal
keadaaannya dan belum final dalam hal penurunannya. Karena kehidupan umat
manusia ini masih akan senantiasa berjalan sesuai dengan Sunnatullah hingga
akhir zaman nanti. Kehidupan akan terus berputar dan membutuhkan panduan yang
jelas dan benar dalam rangkan menjaga kehidupan itu sendiri.
Dengan sifat Mujmalnya Al-Qur’an itu sendiri
memyebabkannya sesuai dengan segala tempat dan zaman serta layak dan dapat
dijadikan sebagai panduan bagi kehidupan hingga akhir zaman nanti.
Namun, tidak dapat kita
pungkiri bahwa keMujmalan Al-Qur’an
membutuhkan penafsiran agar ia benar-benar dapat dijadikan pegangan oleh
manusia dan manusia jauga akan lebih mudah untuk mengaplikasikan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya.
Di negeri kita sendir,
Indonesia yang notabene merupakan negeri dengan penduduk Muslim terbesar
didunia juga memiliki para “ulama yang telah berusaha dengan keras dan
berijtihad dalam melakukan penafsiran atas Al-Qur’an.Mulai dari masa Abdur Rauf As-Singkili dengan kitab Turjuman Al-Qur’an hingga masa M. Quraish Shihab dengan Kitab Al-Misbahnya.
Pada rentang yang panjang
tersebut, lahir suatu kitab yang cukup sederhana namun menjadi acuan dalam
penulisan kitab tafsir dalam bahasa Indonesia yaitunya kitab Tafsir Al-Furqan Tafsir Qur’an karya A. Hassan
Bangil yang kita mendo’akan kepada Allah SWT semoga Allah limpahkan kepadanya
pahala yang besar atas perjuangan dan kerja kerasnya tersebut, khususnya atas
karyanya yang sampai saat ini masih bisa kita nikmati yaitu kitab Tafsir Al-Furqan.
B.
BIOGRAFI
PENULIS
A. Hassan lahir pada tahun 1887 di Singapura dengan nama
kecilnya Hassan Bin Ahmad. Ayahnya bernama Ahmad seorang pedagang, pengarang
dan wartawan terkenal di Singapura.Ia menjadi pemimpin redaksi surat khabar “Nurul Islam” yang terbit di Singapura.
Sedangkan ibunya, Hajjah Muznah berasal dari Palekat, Madras India dan
mempunyai asal-usul dari Mesir, tetapi lahir di Surabaya.
Dalam lingkungan perniagaan dan kewartawanan ayahnya itulah
A Hassan dilahir dan dibesarkan. Sebagai anak laki-laki, sang ayah berharap
apabila besar nanti A Hassan menjadi seorang penulis seperti dirinya. Untuk
itu, dia berusaha memberi pendidikan yang terbaik kepada A Hassan.
Suatu keistimewaan yang dianugerahkan Allah SWT kepada
Hassan, dalam usia 7 tahun, dia sudah mempelajari Al-Quran dan dasar-dasar
pengetahuan agama. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, kedua pelajaran ini
dapat diselesaikannya dalam tempo dua tahun.
Selepas itu Hassan masuk sekolah Melayu selama 4 tahun dan
mempelajari bahasa Arab, bahasa Melayu, bahasa Tamil dan bahasa Inggris.Hassan
tidak sempat menamatkan sekolah dasarnya di Singapura, tetapi dia sudah mulai
bekerja pada usianya 12 tahun.Dia bekerja di sebuah kedai kepunyaan iparnya
Sulaiman.Hassan mempelajari ilmu nahwu dan sharaf pada Muhammad Thaib, seorang
guru terkenal di Minto Road atau juga terkenal Kampung Rokoh.Demi semangat dan
cintanya kepada ilmu, Hassan menerima persyaratan dari gurunya, yakni datang
belajar pagi sebelum subuh dan tidak boleh naik kenderaanketika datang mengaji.[1]
Setelah beberapa lama belajar Nahwu-sharaf, lalu Hassan
memperdalam bahasa Arab kepada Said Abdullah Al-Munawi Al-Manusili selama
beberapa tahun.Di samping itu, Hassan juga memperdalam agama dengan Abdul
Lathif (guru yang terkenal di Melaka dan Singapura), Haji Hassan (Syeikh dari
Malabar) dan Syeikh Ibrahim India. Semua proses belajar seperti ini ditekuni
oleh Hassan dengan penuh dedikasi hingga tahun 1910 ketika Hassan berusia 23
tahun.
Meskipun ketekunannya dalam menuntut ilmu begitu tinggi, di
luar waktu belajar, Hassan juga mempunyai keterampilannya tersendiri mengasah
bakat dalam bidang bertenun dan pertukangan kayu.Dia juga sempat membantu
ayahnya di percetakan, menjadi pelayan di kedai perniagaan permata, minyak
wangi, dan sebagainya malah pernah bekerja di Jeddah pada sebuah pejabat urusan
jemaah haji.
Setelah menyelesaikan proses belajar hingga tahun 1910,
Hassan mula mengabdikan diri sebagai guru di Madrasah untuk orang-orang India
di beberapa tempat, antaranya di Arab Street, Baghdad Street dan Geylang di
Singapura.
Selain dikenal sebagai ulama terkemuka di Indonesia, nama A
Hassan juga tersohor sampai ke Malaysia dan Singapura, karena nama besar
Pesantren Persis yang didirikannya terkenal sampai ke sana. Bahkan buku-buku
agama yang ditulisnya kerap jadi rujukan di negeri jiran tersebut.
A Hassan dikenal sebagai ulama pembaharu. Pikiran-pikirannya
sangat tajam dan kritis terutama dalam cara memahami nas (teks) Al-Qur’an
maupun Hadits yang cenderung literalis. Walaupun dikenal sebagai pemuka dan
guru besar Persatuan Islam (PERSIS) pendapat dan sikapnya terhadap takhayul,
bid’ahdan khurafat bisa dikatakan sama persis dengan Muhammadiyah. Oleh karena
itu, ada pula sebagian besar warga persyarikatan Muhammadiyah mengutip pendapat
dari A Hassan, karena dianggap jelas dan tidak bertele-tele.
Keahliannya dalam bidang Hadits, Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih,
Ilmu Kalam dan Mantiq, menjadikannya sebagai rujukan para penanya dan pemerhati
kajian Islam dalam berbagai masalah. Koleksi bukunya sangat banyak yang selalu
dibaca, diteliti, bahkan mungkin dihafal olehnya.
A Hassan juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai prinsip
berdiri tegak di atas kaki sendiri yang merupakan hasil pendidikan langsung
dari orang tuanya. Artinya tidak pernah mengharapkan bantuan orang lain dan
selalu berusaha dengan tangan sendiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.Hal
ini terlihat ketika A Hassan masih remaja, ia pernah menjadi buruh di toko
kain, berdagang permata, minyak wangi, vulkanisir ban mobil, menjadi guru
bahasa Melayu, bahasa Arab, guru agama, menulis opini dan karangan dalam
majalah ataupun surat kabar, baik yang ada di Singapura dan Indonesia.
Salah satu tulisannya yang dianggap kritis saat itu ialah
kritikannya terhadap Tuan Qadhi (Hakim Agama) yang memeriksa perkara dengan
mencampurkan tempat duduk pria dan wanita (ikhtilath).Saat itu merupakan
tindakan yang dianggap luar biasa mengingat Qadhi (Hakim Agama) memiliki
kedudukan yang tinggi sehingga tidak ada yang berani mengkritiknya.Itulah
tulisan A Hassan yang pertama kalinya.
Pada tahun 1921, A Hassan pindah dari Singapura ke Surabaya.
Awalnya ia berdagang tetapi mengalami kerugian dan kembali ke profesi awalnya
sebagai tukang vulkanisir ban mobil. Sambil berwiraswasta, ia menjalin
persahabatan dengan beberapa tokoh Syarikat Islam. Di antaranya, HOS
Cokroaminoto, AM Sangaji, H Agus Salim dan lain-lain.Sambutan hangat
ditunjukkan kepada A Hassan karena kepiawaiannya dalam ilmu Agama dan jiwa
pejuang yang dimilikinya.
Ia juga pernah belajar tenun di Kediri, tetapi tidak
memuaskannya, sehingga pada tahun 1925 ia pindah ke Bandung dan mendapat ijazah
menenun di Kota Bandung. Di kota inilah ia berkenalan dengan para saudagar
PERSIS, antara lain, Asyari, Tamim, Zamzam dan lain-lain. Dari perkenalan
inilah A Hassan sering diundang untuk ceramah dan memberikan pelajaran pada
pengajian-pengajian jamaah PERSIS. Dengan metode dakwahnya dan kepribadiannya
serta pengetahuannya yang luas, jamaah PERSIS tertarik dengan A Hassan sehingga
ia dikukuhkan sebagai guru dan tokoh PERSIS. Hal inilah yang membuat ia
membatalkan untuk kembali ke Surabaya.
Di Bandung selain aktif sebagai guru PERSIS, ia memberi
kursus/privat kepada pelajar-pelajar didikan Barat, bertabligh setiap minggu,
menyusun berbagai karangan pada berbagai majalah.
Dalam beristimbath, A Hassan lebih memegang lafaz (kata)
yang lebih jelas (zahir) dalam menyimpulkan hukum.A Hassan berpegang teguh pada
zahir nas dan menolak takwil.
A Hassan telah lama pergi meninggalkan dunia yang fana ini,
namun namanya tetap dikenang.Banyak hasil karya peninggalannya yang menjadi
amal jariah yang tak terputus kepada tokoh ini. Usianya dibatasi kematiannya,
tapi pemikiran dan karya ilmiahnya masih hidup hingga sekarang, melalui
kitab-kitab yang ditulisnya, antara lain:
1. Tafsir Al-Furqan 5.
Tarjamah Bulughul Maram
2. Soal-Jawab (4 jilid) 6. Matan
Ajrumiyah
3. A.B.D. Politik 7.Dan
masih banyak lagi.
4. Adakah Tuhan ?
C.
TAFSIR
AL-FURQAN
a.
Sejarah
dan Latar Belakang Penulisan Kitab
Sebagaimana yang dapat
kita lihat dalam pengantar kitabnya edisi terbaru cetakan ke 2 tahun 2010, para
penyunting dari tim Universitas Al-Azhar Indonesia menjelaskan sebagaimana yang
juga terdapat dalam pengantar edisi lama bahwa latar belakang penulisan kitab Tafsir Al-Furqan ini merupakan desakan
dari jamaah PERSIS yang merasa perlu adanya suatu kitab tafsir yang dapat
dijadikan sebagai pegangan yang ringkas dan sederhana.
KitabTafsir
Al-Furqan ini ditulis dalam kurun waktu 1920an-1950an, yang
mana bagian pertama dari kitab tersebut diterbitkan pada tahun 1928.Penerbitan Kitab Tafsir Alfurqan ini merupakan
suatu langkah terobosan penulisan kitab Tafsir dalam bahasa Indonesia.Karena
pada masa sebelumnya, umumnya kitab-kitab agama ditulis dalam huruf Jawi.
Namun, terbitan pertama
ini mungkin belum seperti yang diharapkan.Karena baru dapat memenuhi sebagian
ilmu yang dibutuhkan oleh Umat Islam Indonesia.[2]Maka
untuk memenuhi kebutuhan anggota PERSIS, bagian kedua kitab tersebut
diterbitkan pada tahun 1941 namun hanya sampai surah Maryam. Selanjutnya, atas
bantuan salah seorang pengusaha yaitu Sa’ad Nabhan, pada tahun 1953 barulah
proses penulisannya dilanjutkan kembali hingga akhirnya pada tahun 1953 kitab
tersebut selesai ditulis secara lengkap 30 Juz dan diterbitkan pada tahun 1956.
b.
Bentuk
dan Manhaj Penulisan Kitab
Kitab Tafsir Al-Furqan ini merupakan kitab
tafsir yang mengambil bentuk bil ra’yi
dimana penafsiran dilakukan dengan menggunakan penalaran namun dalam artian
penalaran yang tridak menyimpang dan
tidak semata berdasarkan akal saja sebagaimana yang dikecam dalam hadis
Rasulullah SAW.
Pada sebagian
penafsirannya juga menampilkan riwayat dari para sahabat, namun tanpa beliau
jelaskan sumber pengambilan riwayat tersebut, dapat terlihat dengan jelas hal
ini dimana beliau menafsirkan atau mena’wilkan ayat-ayat muqaththa’ah sebagaimana juga kita dapat melihat hal yang serupa
pada kitab tanwir Al-Miqbas min Tafsir
Ibn Abbas.
Sebagaimana yang beliau
jelaskan sendiri, bahwa dalam menerjemahkan ayat, beliau menggunakan prinsip
terjemahan kata per kata.Namun, apabila hal ini tidak mungkin untuk dilakukan
barulah beliau melakukan penerjemahan dengan melihat kepada makna dari kalimat
tersebut.[3]
Metode yang digunakan
oleh A. Hassan dalam menafsirkan Al-Qur’an dalam Kitab Tafsir Al-Furqan ini adalah metode Ijmaly dimana penafsiran dan interpretasi yang dilakukan atas ayat
yang ditafsirkan dilakukan secara sederhana dan global serta tidak berpanjang
lebar dalam penguraiannya.Metode seperti ini dirasa cukup bagus khususnya bagi
pelajar ataupun masyarakat awam lainnya karena cukup sederhana dan mudah
dipahami.
Manhaj ataupun langkah
penfsiran Al-qur’an yang dilakukan oleh A. Hassan didalam Kitab Tafsir Al-Furqan ini adalah sebagai berikut :
-
Pada setiap awal surat, diberikan
mukadimah secara ringkas dan global tentang masalah apa saja yang dijelaskan
didalam surat tersebut.
-
Ayat-ayat yang akan ditafsirkan
dikelompokkan kedalam tema-tema tertentu yang berisikan penggalan dari beberapa
ayat. Sebagai contoh yang dapat dikemukakan, ayat 1-5 pada suratAl-Baqarah dikelompokkan kedalam satu
tema dengan judul Ihwal Kelompok Beriman,
hal ini disebabkan karena pada ayat 1-5 tersebut membicarakan satu topic
permasalahan yang berkenaan dengan cirri-ciri orang-orang yang beriman.
Begitupun pada ayat 6-7 dikelompokkan kedalam satu tema dengan judul Ihwal kelompok Kafir.
-
Penafsiran dilakukan secara sederhana
dalam bentuk catatan kaki, yang mana ayat yang telah dikelompokkan dalam tema
tadi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesis lalu pada beberapa ayat diberikan
penafsiran dalam bentuk catatan kaki. Jadi, tidak semua ayat yang diberikan
penafsiran oleh A. Hassan dalam kitab tafsirnya tersebut.
-
Penafsiran dilakukan sesuai dengan makna
umum dari ayat tersebut dengan interpretasi yang dilakukan sekedarnya.
Manhaj penafsiran
seperti ini juga akan kita dapati pada beberapa kitab tafsir lain khususnya
dalam bahasa Indonesia, seperti penafsiran yang dilakukan oleh TM. Hasbi Ash
Shiddieqy dalam kitab tafsinya Al-Bayan
maupun penafsiran yang dilakukan oleh Oemar Bakrie dalam kitab tafsirnya Tafsir Rahmat. Hanya saja perbedaan yang
tampak antara kitab tafsir Al-Furqan dengan
kitab tafsir Al-Bayan adalah adanya
khatimah/penutup pada setiap surat pada tafsir Al-Bayan.
Selain itu, pada
pendahuluan kitab tafsir ini, A. Hassan juga menguraikan secara ringkas hal-hal
yang berkaitan dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an dan penafsiran. Hal serupa juga dapat
kita lihat dalam karya beliau yang lain yaitu Tarjamah Bulughul Maram dimana pada pendahuluan kitab ini beliau
juga menguraikan secara ringkas dan sederhana tentang hal-hal yang berkaitan
dengan ilmu Hadis.
D.
KESIMPULAN
Kitab tafsir Al-Furqan yang ditulis A. Hassan ini
merupakan kitab tafsir yang mengambil bentuk bil ra’yi dengan metode penafsiran
ijmaly yang ringkas dan sederhana.Oleh karena itu, kitab tafsir ini hanya
berjumlah satu jilid saja yang didalamnya lengkap ditafsirkan sebanyak 30 juz.
Kitab tafsir ini cukup
bagus digunakan bagi kalangan pelajar maupun kalangan awam.Karena penjelasan
yang dilakukan bersifat sederhana sehingga tidak membutuhkan analisa yang
terlalu mendalam.
DAFTAR
RUJUKAN
A.Hassan.
Al-Furqan Tafsir Qur’an, Universitas
Al-Azhar Indonesia, cet. 2. Jakarta: 2010.
Noer.
Deliar,Pergerakan Modern Islam di
Indonesia 1900-1942,LP3ES. Jakarta: 1983.
Nawawi.Rif'at
Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu
Tafsir, Bulan Bintang,Jakarta: 1992.
Terima Kasih dengan tulisan Anda. Ini Khazanah Ulama Indonesia ( Asia Tenggara ).
BalasHapusSama2 ust... InsyaAllah bermanfaat
BalasHapus