Selasa, 04 Juni 2013

Tafsir Al-Furqan Ahmad Hassan



TAFSIR AL-FURQAN
AHMAD HASSAN

A.     PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang Universal, yang diturunkan tidak hanya untuk segolongan umat saja, melainkan untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman.Ia, meskipun diturunkan di Mekah namun bukan berarti agama ini hanya untuk orang Mekah saja. Dengan dasar dan landasan agama yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Al-qur’an yang merupakan landasan utama bagi umat Islam, yang meskipun diturunkan dalam bahasa Arab namun ia tidak hanya diperuntukkan bagi orang Arab saja namun bagi seluruh umat manusia yang menginginginkan keselamtan hidup dunia dan akhirat.
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang bersifat mujmal dengan arti lain pada Al-Qur’an terdapat pokok-pokok pegangan hidup namun tidak seluruh pokok pegangan hidup tersebut dijelaskan secara rinci.  Andaikata seluruh pokok pegangan hidup tersebut dijelaskan secara rinci tentulah Al-Qur’an tersebut akan sangat tebal keadaaannya dan belum final dalam hal penurunannya. Karena kehidupan umat manusia ini masih akan senantiasa berjalan sesuai dengan Sunnatullah hingga akhir zaman nanti. Kehidupan akan terus berputar dan membutuhkan panduan yang jelas dan benar dalam rangkan menjaga kehidupan itu sendiri.
Dengan sifat Mujmalnya Al-Qur’an itu sendiri memyebabkannya sesuai dengan segala tempat dan zaman serta layak dan dapat dijadikan sebagai panduan bagi kehidupan hingga akhir zaman nanti.
Namun, tidak dapat kita pungkiri bahwa keMujmalan Al-Qur’an membutuhkan penafsiran agar ia benar-benar dapat dijadikan pegangan oleh manusia dan manusia jauga akan lebih mudah untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
Di negeri kita sendir, Indonesia yang notabene merupakan negeri dengan penduduk Muslim terbesar didunia juga memiliki para “ulama yang telah berusaha dengan keras dan berijtihad dalam melakukan penafsiran atas Al-Qur’an.Mulai dari masa Abdur Rauf As-Singkili dengan kitab Turjuman Al-Qur’an hingga masa M. Quraish Shihab dengan Kitab Al-Misbahnya.
Pada rentang yang panjang tersebut, lahir suatu kitab yang cukup sederhana namun menjadi acuan dalam penulisan kitab tafsir dalam bahasa Indonesia yaitunya kitab Tafsir Al-Furqan Tafsir Qur’an karya A. Hassan Bangil yang kita mendo’akan kepada Allah SWT semoga Allah limpahkan kepadanya pahala yang besar atas perjuangan dan kerja kerasnya tersebut, khususnya atas karyanya yang sampai saat ini masih bisa kita nikmati yaitu kitab Tafsir Al-Furqan.

B.     BIOGRAFI PENULIS
A. Hassan lahir pada tahun 1887 di Singapura dengan nama kecilnya Hassan Bin Ahmad. Ayahnya bernama Ahmad seorang pedagang, pengarang dan wartawan terkenal di Singapura.Ia menjadi pemimpin redaksi surat khabar “Nurul Islam” yang terbit di Singapura. Sedangkan ibunya, Hajjah Muznah berasal dari Palekat, Madras India dan mempunyai asal-usul dari Mesir, tetapi lahir di Surabaya.
Dalam lingkungan perniagaan dan kewartawanan ayahnya itulah A Hassan dilahir dan dibesarkan. Sebagai anak laki-laki, sang ayah berharap apabila besar nanti A Hassan menjadi seorang penulis seperti dirinya. Untuk itu, dia berusaha memberi pendidikan yang terbaik kepada A Hassan.
Suatu keistimewaan yang dianugerahkan Allah SWT kepada Hassan, dalam usia 7 tahun, dia sudah mempelajari Al-Quran dan dasar-dasar pengetahuan agama. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, kedua pelajaran ini dapat diselesaikannya dalam tempo dua tahun.
Selepas itu Hassan masuk sekolah Melayu selama 4 tahun dan mempelajari bahasa Arab, bahasa Melayu, bahasa Tamil dan bahasa Inggris.Hassan tidak sempat menamatkan sekolah dasarnya di Singapura, tetapi dia sudah mulai bekerja pada usianya 12 tahun.Dia bekerja di sebuah kedai kepunyaan iparnya Sulaiman.Hassan mempelajari ilmu nahwu dan sharaf pada Muhammad Thaib, seorang guru terkenal di Minto Road atau juga terkenal Kampung Rokoh.Demi semangat dan cintanya kepada ilmu, Hassan menerima persyaratan dari gurunya, yakni datang belajar pagi sebelum subuh dan tidak boleh naik kenderaanketika datang mengaji.[1]
Setelah beberapa lama belajar Nahwu-sharaf, lalu Hassan memperdalam bahasa Arab kepada Said Abdullah Al-Munawi Al-Manusili selama beberapa tahun.Di samping itu, Hassan juga memperdalam agama dengan Abdul Lathif (guru yang terkenal di Melaka dan Singapura), Haji Hassan (Syeikh dari Malabar) dan Syeikh Ibrahim India. Semua proses belajar seperti ini ditekuni oleh Hassan dengan penuh dedikasi hingga tahun 1910 ketika Hassan berusia 23 tahun.
Meskipun ketekunannya dalam menuntut ilmu begitu tinggi, di luar waktu belajar, Hassan juga mempunyai keterampilannya tersendiri mengasah bakat dalam bidang bertenun dan pertukangan kayu.Dia juga sempat membantu ayahnya di percetakan, menjadi pelayan di kedai perniagaan permata, minyak wangi, dan sebagainya malah pernah bekerja di Jeddah pada sebuah pejabat urusan jemaah haji.
Setelah menyelesaikan proses belajar hingga tahun 1910, Hassan mula mengabdikan diri sebagai guru di Madrasah untuk orang-orang India di beberapa tempat, antaranya di Arab Street, Baghdad Street dan Geylang di Singapura.
Selain dikenal sebagai ulama terkemuka di Indonesia, nama A Hassan juga tersohor sampai ke Malaysia dan Singapura, karena nama besar Pesantren Persis yang didirikannya terkenal sampai ke sana. Bahkan buku-buku agama yang ditulisnya kerap jadi rujukan di negeri jiran tersebut.
A Hassan dikenal sebagai ulama pembaharu. Pikiran-pikirannya sangat tajam dan kritis terutama dalam cara memahami nas (teks) Al-Qur’an maupun Hadits yang cenderung literalis. Walaupun dikenal sebagai pemuka dan guru besar Persatuan Islam (PERSIS) pendapat dan sikapnya terhadap takhayul, bid’ahdan khurafat bisa dikatakan sama persis dengan Muhammadiyah. Oleh karena itu, ada pula sebagian besar warga persyarikatan Muhammadiyah mengutip pendapat dari A Hassan, karena dianggap jelas dan tidak bertele-tele.
Keahliannya dalam bidang Hadits, Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, Ilmu Kalam dan Mantiq, menjadikannya sebagai rujukan para penanya dan pemerhati kajian Islam dalam berbagai masalah. Koleksi bukunya sangat banyak yang selalu dibaca, diteliti, bahkan mungkin dihafal olehnya.
A Hassan juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai prinsip berdiri tegak di atas kaki sendiri yang merupakan hasil pendidikan langsung dari orang tuanya. Artinya tidak pernah mengharapkan bantuan orang lain dan selalu berusaha dengan tangan sendiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.Hal ini terlihat ketika A Hassan masih remaja, ia pernah menjadi buruh di toko kain, berdagang permata, minyak wangi, vulkanisir ban mobil, menjadi guru bahasa Melayu, bahasa Arab, guru agama, menulis opini dan karangan dalam majalah ataupun surat kabar, baik yang ada di Singapura dan Indonesia.
Salah satu tulisannya yang dianggap kritis saat itu ialah kritikannya terhadap Tuan Qadhi (Hakim Agama) yang memeriksa perkara dengan mencampurkan tempat duduk pria dan wanita (ikhtilath).Saat itu merupakan tindakan yang dianggap luar biasa mengingat Qadhi (Hakim Agama) memiliki kedudukan yang tinggi sehingga tidak ada yang berani mengkritiknya.Itulah tulisan A Hassan yang pertama kalinya.
Pada tahun 1921, A Hassan pindah dari Singapura ke Surabaya. Awalnya ia berdagang tetapi mengalami kerugian dan kembali ke profesi awalnya sebagai tukang vulkanisir ban mobil. Sambil berwiraswasta, ia menjalin persahabatan dengan beberapa tokoh Syarikat Islam. Di antaranya, HOS Cokroaminoto, AM Sangaji, H Agus Salim dan lain-lain.Sambutan hangat ditunjukkan kepada A Hassan karena kepiawaiannya dalam ilmu Agama dan jiwa pejuang yang dimilikinya.
Ia juga pernah belajar tenun di Kediri, tetapi tidak memuaskannya, sehingga pada tahun 1925 ia pindah ke Bandung dan mendapat ijazah menenun di Kota Bandung. Di kota inilah ia berkenalan dengan para saudagar PERSIS, antara lain, Asyari, Tamim, Zamzam dan lain-lain. Dari perkenalan inilah A Hassan sering diundang untuk ceramah dan memberikan pelajaran pada pengajian-pengajian jamaah PERSIS. Dengan metode dakwahnya dan kepribadiannya serta pengetahuannya yang luas, jamaah PERSIS tertarik dengan A Hassan sehingga ia dikukuhkan sebagai guru dan tokoh PERSIS. Hal inilah yang membuat ia membatalkan untuk kembali ke Surabaya.
Di Bandung selain aktif sebagai guru PERSIS, ia memberi kursus/privat kepada pelajar-pelajar didikan Barat, bertabligh setiap minggu, menyusun berbagai karangan pada berbagai majalah.
Dalam beristimbath, A Hassan lebih memegang lafaz (kata) yang lebih jelas (zahir) dalam menyimpulkan hukum.A Hassan berpegang teguh pada zahir nas dan menolak takwil.
A Hassan telah lama pergi meninggalkan dunia yang fana ini, namun namanya tetap dikenang.Banyak hasil karya peninggalannya yang menjadi amal jariah yang tak terputus kepada tokoh ini. Usianya dibatasi kematiannya, tapi pemikiran dan karya ilmiahnya masih hidup hingga sekarang, melalui kitab-kitab yang ditulisnya, antara lain:
1. Tafsir Al-Furqan                                           5. Tarjamah Bulughul Maram   
2. Soal-Jawab (4 jilid)                                      6. Matan Ajrumiyah
3. A.B.D. Politik                                               7.Dan masih banyak lagi.
4. Adakah Tuhan ?
C.     TAFSIR AL-FURQAN
a.      Sejarah dan Latar Belakang Penulisan Kitab
Sebagaimana yang dapat kita lihat dalam pengantar kitabnya edisi terbaru cetakan ke 2 tahun 2010, para penyunting dari tim Universitas Al-Azhar Indonesia menjelaskan sebagaimana yang juga terdapat dalam pengantar edisi lama bahwa latar belakang penulisan kitab Tafsir Al-Furqan ini merupakan desakan dari jamaah PERSIS yang merasa perlu adanya suatu kitab tafsir yang dapat dijadikan sebagai pegangan yang ringkas dan sederhana.
KitabTafsir Al-Furqan ini ditulis dalam kurun waktu 1920an-1950an, yang mana bagian pertama dari kitab tersebut diterbitkan pada tahun 1928.Penerbitan Kitab Tafsir Alfurqan ini merupakan suatu langkah terobosan penulisan kitab Tafsir dalam bahasa Indonesia.Karena pada masa sebelumnya, umumnya kitab-kitab agama ditulis dalam huruf Jawi.
Namun, terbitan pertama ini mungkin belum seperti yang diharapkan.Karena baru dapat memenuhi sebagian ilmu yang dibutuhkan oleh Umat Islam Indonesia.[2]Maka untuk memenuhi kebutuhan anggota PERSIS, bagian kedua kitab tersebut diterbitkan pada tahun 1941 namun hanya sampai surah Maryam. Selanjutnya, atas bantuan salah seorang pengusaha yaitu Sa’ad Nabhan, pada tahun 1953 barulah proses penulisannya dilanjutkan kembali hingga akhirnya pada tahun 1953 kitab tersebut selesai ditulis secara lengkap 30 Juz dan diterbitkan pada tahun 1956.

b.      Bentuk dan Manhaj Penulisan Kitab
Kitab Tafsir Al-Furqan ini merupakan kitab tafsir yang mengambil bentuk bil ra’yi dimana penafsiran dilakukan dengan menggunakan penalaran namun dalam artian penalaran  yang tridak menyimpang dan tidak semata berdasarkan akal saja sebagaimana yang dikecam dalam hadis Rasulullah SAW.
Pada sebagian penafsirannya juga menampilkan riwayat dari para sahabat, namun tanpa beliau jelaskan sumber pengambilan riwayat tersebut, dapat terlihat dengan jelas hal ini dimana beliau menafsirkan atau mena’wilkan ayat-ayat muqaththa’ah sebagaimana juga kita dapat melihat hal yang serupa pada kitab tanwir Al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas.
Sebagaimana yang beliau jelaskan sendiri, bahwa dalam menerjemahkan ayat, beliau menggunakan prinsip terjemahan kata per kata.Namun, apabila hal ini tidak mungkin untuk dilakukan barulah beliau melakukan penerjemahan dengan melihat kepada makna dari kalimat tersebut.[3]
Metode yang digunakan oleh A. Hassan dalam menafsirkan Al-Qur’an dalam Kitab Tafsir Al-Furqan ini adalah metode Ijmaly dimana penafsiran dan interpretasi yang dilakukan atas ayat yang ditafsirkan dilakukan secara sederhana dan global serta tidak berpanjang lebar dalam penguraiannya.Metode seperti ini dirasa cukup bagus khususnya bagi pelajar ataupun masyarakat awam lainnya karena cukup sederhana dan mudah dipahami.
Manhaj ataupun langkah penfsiran Al-qur’an yang dilakukan oleh A. Hassan didalam Kitab Tafsir Al-Furqan ini adalah sebagai berikut :
-         Pada setiap awal surat, diberikan mukadimah secara ringkas dan global tentang masalah apa saja yang dijelaskan didalam surat tersebut.
-         Ayat-ayat yang akan ditafsirkan dikelompokkan kedalam tema-tema tertentu yang berisikan penggalan dari beberapa ayat. Sebagai contoh yang dapat dikemukakan, ayat 1-5 pada suratAl-Baqarah dikelompokkan kedalam satu tema dengan judul Ihwal Kelompok Beriman, hal ini disebabkan karena pada ayat 1-5 tersebut membicarakan satu topic permasalahan yang berkenaan dengan cirri-ciri orang-orang yang beriman. Begitupun pada ayat 6-7 dikelompokkan kedalam satu tema dengan judul Ihwal kelompok Kafir.
-         Penafsiran dilakukan secara sederhana dalam bentuk catatan kaki, yang mana ayat yang telah dikelompokkan dalam tema tadi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesis lalu pada beberapa ayat diberikan penafsiran dalam bentuk catatan kaki. Jadi, tidak semua ayat yang diberikan penafsiran oleh A. Hassan dalam kitab tafsirnya tersebut.
-         Penafsiran dilakukan sesuai dengan makna umum dari ayat tersebut dengan interpretasi yang dilakukan sekedarnya.
Manhaj penafsiran seperti ini juga akan kita dapati pada beberapa kitab tafsir lain khususnya dalam bahasa Indonesia, seperti penafsiran yang dilakukan oleh TM. Hasbi Ash Shiddieqy dalam kitab tafsinya Al-Bayan maupun penafsiran yang dilakukan oleh Oemar Bakrie dalam kitab tafsirnya Tafsir Rahmat. Hanya saja perbedaan yang tampak antara kitab tafsir Al-Furqan dengan kitab tafsir Al-Bayan adalah adanya khatimah/penutup pada setiap surat pada tafsir Al-Bayan.
Selain itu, pada pendahuluan kitab tafsir ini, A. Hassan juga menguraikan secara ringkas hal-hal yang berkaitan dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an dan penafsiran. Hal serupa juga dapat kita lihat dalam karya beliau yang lain yaitu Tarjamah Bulughul Maram dimana pada pendahuluan kitab ini beliau juga menguraikan secara ringkas dan sederhana tentang hal-hal yang berkaitan dengan ilmu Hadis.

D.    KESIMPULAN
Kitab tafsir Al-Furqan yang ditulis A. Hassan ini merupakan kitab tafsir yang mengambil bentuk bil ra’yi dengan metode penafsiran ijmaly yang ringkas dan sederhana.Oleh karena itu, kitab tafsir ini hanya berjumlah satu jilid saja yang didalamnya lengkap ditafsirkan sebanyak 30 juz.
Kitab tafsir ini cukup bagus digunakan bagi kalangan pelajar maupun kalangan awam.Karena penjelasan yang dilakukan bersifat sederhana sehingga tidak membutuhkan analisa yang terlalu mendalam.


DAFTAR RUJUKAN

A.Hassan. Al-Furqan Tafsir Qur’an, Universitas Al-Azhar Indonesia, cet. 2. Jakarta: 2010.
Noer. Deliar,Pergerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942,LP3ES. Jakarta: 1983.
Nawawi.Rif'at Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Bulan Bintang,Jakarta: 1992.




[1] Deliar Noer, Pergerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta : LP3ES, h.198
[2] A. Hassan, Al-Furqan Tafsir Qur’an,Jakarta : Universitas Al-Azhar Indonesia, cet. 2. 2010, h.V
[3] Ibid, h.ix

2 komentar:

  1. Terima Kasih dengan tulisan Anda. Ini Khazanah Ulama Indonesia ( Asia Tenggara ).

    BalasHapus
  2. Sama2 ust... InsyaAllah bermanfaat

    BalasHapus